Surat rayuan dulu menjadi senjata utama dan ampuh jika menginginkan sesuatu kepada orang yang dikasihi. Sebut saja surat cinta, surat sayang, surat persahabatan, surat rayuan, atau surat sejenisnya memang dalam teori persuratan masuk ke dalam surat pribadi.
Pada perkembangan zaman selanjutnya, surat lebih jarang digunakan orang. Lebih banyak orang menggunakan media yang ada di zaman ini. Misalnya melalui email, pesan facebook, sms, atau semacamnya. Selain pengaplikasiannya yang mudah, biaya dan waktu sangat diperhitungkan.
Seakan prinsip ingin lebih cepat tahu jawaban dari pesan menjadi sesuatu yang sangat dipentingkan. Dibanding dengan dulu, jika mengirimkan surat harus diantar sendiri ke alamat yang dituju atau melalui kantor pos.
Jawaban yang lama dari si penerima surat diperkirakan akan terjadi karena biasanya akan menunggu waktu bertemu. Atau lewat jasa pos, yang tentu harus mengantri lebih dulu sampai berhari-hari. Itu pun jika dijawab langsung.
Menunggu jawaban yang lama, jika orang-orang dulu sangat menikmati. Akan menjadi sebuah saat-saat yang mendebarkan. Namun, orang-orang sesuai perkembangan zaman, seakan tak sabar rasanya bila sampai terjadi hal tersebut.
Seakan ingin disebut sesuai dengan zaman, hampir semua orang, bila mengatakan sebuah rayuan tak akan pernah menggunakan media surat supaya dikatakan tidak ketinggalan zaman.
Apa pun media yang dipakai, hendaklah kita ingat kalau menyampaikan suatu rayuan tentulah tak harus langsung kepada yang dituju. Harus kita berikan sebuah kebaikan atau janji lebih dahulu sebelum dikatakan maksud sebenarnya karena merayu itu sangat jelas adalah menginginkan sesuatu dari yang dirayu.
Misal saja kita akan menyampaikan janji kita lebih dulu sebelum menyampaikan maksud ingin menyandingnya. Bisa kita katakan dengan kata, setulusnya aku berjanji dalam hati untuk diriku sendiri bahwa aku akan menjaga rasa ini sampai akhir hayatku. Tentu saja akan lebih kujaga dambaan hati bila engkau mau bersanding denganku.
Kesalahan yang sering dilakukan ketika menuliskannya adalah menambahkan janji-janji seusai pengungkapan maksud. Misalnya sesuai contoh di atas,
setulusnya aku berjanji dalam hati untuk diriku sendiri bahwa aku akan menjaga rasa ini sampai akhir hayatku. Tentu saja akan lebih kujaga dambaan hati bila engkau mau bersanding denganku. Bila mau bersanding denganku, akan aku bahagiakan engkau selamanya
.
Di sini, lanjutan perkataan tersebut, sudah merupakan syarat. Syarat yang sangat kasar tentunya dan sangat kelihatan mendekati ketidakmungkinan untuk rayuan. Sebuah syarat, yang akan menggiring pembaca bila tak mau menyanding tak akan dibahagiakan.
Meski dari beberapa kalangan bisa menerima, namun pernyataan tersebut akan mempengaruhi psikis seorang pembaca atau penerima surat. Adanya unsur pemaksaan yang kasar atau sebuah ancaman. Bila kita balik dan kita beri sebuah negasi pernyataan, akan menjadi, bila tak mau bersanding, tidak akan aku bahagiakan engkau selamanya
.
Padahal, setelah pengungkapan maksud, seharusnya penerima surat atau pembaca mendapat waktu untuk berpikir. Bukan malah mendapat sebuah syarat atau ancaman.
Jelaslah jika syarat dan ancaman didapat, pembaca akan merasa dengan terpaksa bila menerima pernyataan tersebut. Atau malah bisa dikatakan pernyataan tersebut adalah sebuah pernyataan kosong atau gombal.
View the original article here
Pada perkembangan zaman selanjutnya, surat lebih jarang digunakan orang. Lebih banyak orang menggunakan media yang ada di zaman ini. Misalnya melalui email, pesan facebook, sms, atau semacamnya. Selain pengaplikasiannya yang mudah, biaya dan waktu sangat diperhitungkan.
Seakan prinsip ingin lebih cepat tahu jawaban dari pesan menjadi sesuatu yang sangat dipentingkan. Dibanding dengan dulu, jika mengirimkan surat harus diantar sendiri ke alamat yang dituju atau melalui kantor pos.
Jawaban yang lama dari si penerima surat diperkirakan akan terjadi karena biasanya akan menunggu waktu bertemu. Atau lewat jasa pos, yang tentu harus mengantri lebih dulu sampai berhari-hari. Itu pun jika dijawab langsung.
Menunggu jawaban yang lama, jika orang-orang dulu sangat menikmati. Akan menjadi sebuah saat-saat yang mendebarkan. Namun, orang-orang sesuai perkembangan zaman, seakan tak sabar rasanya bila sampai terjadi hal tersebut.
Seakan ingin disebut sesuai dengan zaman, hampir semua orang, bila mengatakan sebuah rayuan tak akan pernah menggunakan media surat supaya dikatakan tidak ketinggalan zaman.
Apa pun media yang dipakai, hendaklah kita ingat kalau menyampaikan suatu rayuan tentulah tak harus langsung kepada yang dituju. Harus kita berikan sebuah kebaikan atau janji lebih dahulu sebelum dikatakan maksud sebenarnya karena merayu itu sangat jelas adalah menginginkan sesuatu dari yang dirayu.
Misal saja kita akan menyampaikan janji kita lebih dulu sebelum menyampaikan maksud ingin menyandingnya. Bisa kita katakan dengan kata, setulusnya aku berjanji dalam hati untuk diriku sendiri bahwa aku akan menjaga rasa ini sampai akhir hayatku. Tentu saja akan lebih kujaga dambaan hati bila engkau mau bersanding denganku.
Kesalahan yang sering dilakukan ketika menuliskannya adalah menambahkan janji-janji seusai pengungkapan maksud. Misalnya sesuai contoh di atas,
setulusnya aku berjanji dalam hati untuk diriku sendiri bahwa aku akan menjaga rasa ini sampai akhir hayatku. Tentu saja akan lebih kujaga dambaan hati bila engkau mau bersanding denganku. Bila mau bersanding denganku, akan aku bahagiakan engkau selamanya
.
Di sini, lanjutan perkataan tersebut, sudah merupakan syarat. Syarat yang sangat kasar tentunya dan sangat kelihatan mendekati ketidakmungkinan untuk rayuan. Sebuah syarat, yang akan menggiring pembaca bila tak mau menyanding tak akan dibahagiakan.
Meski dari beberapa kalangan bisa menerima, namun pernyataan tersebut akan mempengaruhi psikis seorang pembaca atau penerima surat. Adanya unsur pemaksaan yang kasar atau sebuah ancaman. Bila kita balik dan kita beri sebuah negasi pernyataan, akan menjadi, bila tak mau bersanding, tidak akan aku bahagiakan engkau selamanya
.
Padahal, setelah pengungkapan maksud, seharusnya penerima surat atau pembaca mendapat waktu untuk berpikir. Bukan malah mendapat sebuah syarat atau ancaman.
Jelaslah jika syarat dan ancaman didapat, pembaca akan merasa dengan terpaksa bila menerima pernyataan tersebut. Atau malah bisa dikatakan pernyataan tersebut adalah sebuah pernyataan kosong atau gombal.
View the original article here