Bahasa yang indah dan santun, tentu akan membuat telinga pendengar akan merasa nyaman. Sebenarnya itulah yang dimiliki oleh puisi. Tak sembarang orang bisa menyusun kata-kata indah. Pun pula butuh pemikiran yang mendalam jika ingin memahami sebuah puisi, terlebih puisi rayuan maut ala penyair ternama.
Sebuah ungkapan yang baru dan mengejutkan tentunya. Bukan semata-mata bahasa yang telah banyak dipakai orang. Tentu dalam prinsip penciptaan puisi, pemakaian ungkapan yang sudah sering digunakan termasuk dalam kategori bahasa yang klise.
Yang dituntut adalah bahasa yang sederhana namun jika disusun menjadi sesuatu yang baru. Misalnya jika kita berbicara mengenai hujan, tentu hampir semua orang akan mengerti maksudnya. Bila kata hujan itu kita sambungkan, misalnya, dengan kata dalam hatiku. Akan menjadi maksud yang lain, yaitu hujan dalam hatiku.
1. Membandingkan
Perlu dicermati, jika seorang sedang jatuh cinta pada seseorang, kata-kata yang muncul bahkan tak beraturan. Kadang juga malah dengan gemetaran, kata yang muncul adalah kata yang tidak diharapkan.
Misalnya jika kita membandingkan yang menimpa kita (jatuh hati) dengan gambaran alam, tentunya akan menjadi sesuatu yang indah.
Bila burung-burung yang berkicau merdu di pepohonan itu sedang ingin mendapatkan perhatian dari dambaan hatinya, aku pun ingin melakukan itu tapi suaraku tak semerdu itu.
2. Sesuaikan Keadaan
Bila tempat diadakan pertemuan merupakan tempat yang bebas atau sebuah lingkungan dengan banyak pepohonan dan lalu lalang orang, akan menggiring kata-kata yang indah yang sesuai dengan keadaan alam sekitar.
Misalnya di sebuah taman, taman yang indah ini sama dengan hatiku, penuh tanaman rasa dan berbunga cinta padamu.
Hal ini selayaknya adalah hal yang sangat penting dalam sebuah kata-kata. Jika kita mengatakan sesuatu dan lawan bicara kita memalingkan pandangan, yang akan dilihat adalah wujud dari kata-kata yang kita keluarkan. Jadi, kata kita akan dirasa sangat sesuai dengan keadaan. Seperti keadaan akan memuji lawan bicara kita bukan hanya kita saja.
3. Mengejutkan
Ada sebuah gaya puitis yang bercerita, misalnya. Biasanya inilah yang mudah dilakukan seorang dalam mengungkapkan perasaan ataupun rayuan. Rasa gemetaran tentu tak seberapa karena bisa dilakukan dengan cara bercakap-cakap. Misalnya dengan bertanya tentang bapak dan ibu.
Bisa dilontarkan beberapa pertanyaan tentang keberadaan, pekerjaan, atau keadaan bapak dan ibu. Jika sudah ada jawaban, bisa kita katakan, bapak dan ibumu yang terkasih yang saling mengasihi, sungguh indah mereka dalam hidup yang rukun. Aku pun sama, ingin seperti mereka. Maukah engkau bersamaku menjalankan kasih seperti mereka?
Tentu tak bisa kita gunakan bila keadaan lawan bicara kita sedang kacau keadaan keluarganya.
Sebenarnya cara yang bisa dipakai tak terukur banyaknya. Bergantung kepada kekhasan masing-masing pencipta puisi. Yang jelas, ketika kita mengungkapkan pikiran kita, jika kita menunjuk pada sebuah rujukan puisi atau bahasa yang diperhalus dan indah, tuntutannya adalah tidak langsung mengungkapkan sesuatu dengan jelas, gamblang, dan kasar.
Diperhalus dengan berbagai ungkapan dan perumpamaan. Melalui jalan cerita yang kadang memaksa orang harus mengikuti, namun pada ujung-ujungnya harus menukik kepada lawan bicara kita.
Sebuah rayuan tentunya akan sangat mudah dilakukan. Melihat lawan bicara kita tentunya hal yang mutlak dilakukan. Jika lawan bicara kita adalah seorang anak kecil, tentunya yang harus kita lakukan adalah membelikan mereka permen, misalnya.
Jika lawan bicara kita adalah seorang dewasa yang tak memiliki karakter untuk romantis dan mencerna segala sesuatunya dengan sekali telan, tentunya bahasa puisi yang akan kita pakai merupakan pilihan yang salah, karena lawan bicara kita tak akan mengerti dan malah balik bertanya dan membuatnya bingung.
Jika lawan bicara kita adalah seorang yang dewasa dan bisa diajak berpikir tentang seuatu, tentunya bisa kita lontarkan dan kita serang dengan rayuan maut puisi ini. Rayuan yang sampai menyentuh ke dasar hatinya.