Skip to main content

Trik Efektif Mengatur Waktu: Cara Cerdas Maksimalkan Produktivitas Harian

Kekasih Allah SWT

Kisah yang luar biasa *diambil dari berbagai sumber sebagai bahan renungan atau sekedar mengingatkan kembali akan sosok istimewa :)


Nabi demam kembali, kini panasnya semakin tinggi. Lemah ia berbaring, menghadapkan wajah pada Fatimah anak kesayangan. Sudah beberapa hari terakhir, kesehatannya tidak lagi menawan.


Ketika Al-Musthafa berada dihadapan


Ku pandangi pesonanya dari ujung kaki hingga kepala,


Tahukah kalian apa yang terjelma?


Cinta!


(Abu Bakar ra)


—–……——……—–


Nabi demam kembali, kini panasnya semakin tinggi. Lemah ia berbaring, menghadapkan wajah pada Fatimah anak kesayangan. Sudah beberapa hari terakhir, kesehatannya tidak lagi menawan. Senin itu, kediaman manusia paripurna didatangi seorang berkebangsaan Arab dengan wajah rupawan. Di depan pintu, ia mengucapkan salam “Assalamu’alaikum duhai para keluarga Nabi dan sumber kerasulan, bolehkah saya menjumpai kekasih Allah?”. Fatimah yang sedang mengurusi ayahnya, tegak dan berdiri di belakang pintu “Wahai Abdullah, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya sendiri”. Fatimah berharap tamu itu mengerti dan pergi, namun suara asing semula kembali mengucapkan salam yang pertama.


“Alaikumussalam, hai hamba Allah” kali ini Nabi yang menjawabnya.


“Anakku sayang, tahukah engkau siapakah yang kini sedang berada di luar?”


“Tidak tahu ayah, bulu kudukku meremang mendengar suaranya”


“Sayang, dengarkan baik-baik, di luar itu adalah dia, pemusnah kesenangan dunia, pemutus nafas di raga dan penambah ramai para ahli kubur”. Jawaban nabi terakhir membuat fatimah jatuh terduduk. Fatimah menangis seperti anak kecil.


“Ayah, kapan lagi aku akan mendengar dirimu bertutur, harus bagaimana aku menuntaskan kerinduan kasih sayang engkau, tak akan lagi ku memandang wajah kesayangan ayahanda” pedih Fatimah. Nabi tersenyum, lirih ia memanggil ” Sayang, mendekatlah, kemarikan pendengaranmu sebentar”. Fatimah menurut, dan Kekasih Allah itu berbisik mesra di telinga anaknya, “Engkau adalah keluargaku yang pertama kali menyusul sebentar kemudian”. Seketika wajah fatimah tidak lagi pasi tapi bersinar.


Lalu kemudian, Fatimah mempersilahkan tamu itu masuk. Malaikat pencabut maut berparas jelita itu pun kini berada di samping Muhammad.


“Assalamu’alaikum ya utusan Allah” dengan takzim malaikat memberi salam.


“Salam sejahtera juga untukmu pelaksana perintah Allah, apakah tugasmu saat ini, berziarah ataukah mencabut nyawa si lemah?” tanya nabi. Angin berhembus dingin.


“Aku datang untuk keduanya, berziarah dan mencabut nyawamu, itupun setelah engkau perkenankan, jika tidak Allah memerintahkanku untuk kembali”


“Di manakah engkau tinggalkan Jibril? Duhai izrail?”


“Ia ku tinggal di atas langit dunia”.


Tak lama kemudian, Jibril pun datang dan memberikan salam kepada seseorang yang juga dicintanya karena Allah.


“Ya Jibril, gembirakanlah aku saat ini” pinta Al-Musthafa.


Terdengar Jibril bersuara pelan di dekat telinga manusia pilihan, “Sesungguhnya pintu langit telah di buka, dan para Malaikat tengah berbaris menunggu sebuah kedatangan, bahkan pintu-pintu surga juga telah di lapangkan hingga terlihat para bidadari yang telah berhias menyongsong kehadiran yang paling ditunggu-tunggu”.


“Alhamdulillah, betapa Allah maha penyayang” sendu Nabi, wajahnya masih saja pucat pasi.


“Dan Jibril, masukkan kesenangan dalam hati ini, bagaimana keadaan ummatku nanti”.


“Aku beri engkau sebuah kabar akbar, Allah telah berfirman, “Sesungguhnya Aku, telah mengharamkan surga bagi semua Nabi, sebelum engkau memasukinya pertama kali, dan Allah mengharamkan pula sekalian umat manusia sebelum pengikutmu yang terlebih dahulu memasukinya” Jawaban Jibril itu begitu berpengaruh. Maha suci Allah, wajah Nabi dilingkupi denyar cahaya. Nabi tersenyum gembira. Betapa ia seperti tidak sakit lagi. Dan ia pun menyuruh malaikat izrail mendekat dan menjalankan amanah Allah.


Izrail, melakukan tugasnya. Perlahan anggota tubuh pembawa cahaya kepada dunia satu persatu tidak bergerak lagi. Nafas manusia pembawa berita gembira itu semakin terhembus jarang. Pandangan manusia pemberi peringatan itu kian meredup sunyi. Hingga ketika ruhnya telah berada di pusat dan dalam genggaman Izrail, nabi sempat bertutur, “Alangkah beratnya penderitaan maut”. Jibril berpaling tak sanggup memandangi sosok yang selalu ia dampingi di segala situasi.


“Apakah engkau membenciku Jibril”


“Siapakah yang sampai hati melihatmu dalam keadaan sekarat ini, duhai cinta,” jawabnya sendu.


Sebelum segala tentang manusia terindah ini menjadi kenangan, dari bibir manis itu terdengar panggilan perlahan “Ummatku… Ummatku….”. Dan ia pun dengan sempurna kembali. Nabi Muhammad Saw, pergi dengan tersenyum, pada hari senin 12 Rabi’ul Awal, ketika matahari telah tergelincir, dalam usia 63 tahun.


Muhammad, Nabi yang Ummi, Kekasih para sahabat di masanya dan di sepanjang usia semesta, meninggalkan gemilang cahaya kepada dunia. Muhammad, pemberi peringatan kepada semua manusia, menorehkan dalam-dalam tinta keikhlasan di lembaran sejarah. Muhammad, yang bersumpah dengan banyak panorama indah alam: “demi siang bila datang dengan benderang cahaya, demi malam ketika telah mengembang, demi matahari sepenggalah naik”, telah membumbungkan Islam kepada cakrawala megah di angkasa sana. Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga sahabatnya dengan banyak kuntum-kuntum sabda pengarah dalam menjalani kehidupan. Ia, Muhammad, yang di sanjung semua malaikat di setiap tingkatan langit, berbicara tentang surga, sebagai tebusan utama, bagi setiap amalan yang dikerjakan. Ia, Muhammad yang selalu menyayangi fakir miskin dan anak yatim, menggelorakan perintah untuk senantiasa memperhatikan manusia lain yang berkekurangan. Dan Ia, Muhammad, tak akan pernah kembali lagi.


Sungguh, Madinah berubah kelabu. Banyak manusia terlunta di sana.


—-…..—–…..—–


Dan Aisyah ra, yang pangkuannya menjadi tempat singgah kepala Rasulullah di saat terakhir kehidupannya, menyenandungkan syair kenangan untuk sang penerang, suaranya bening. Syahdunya membumbung ke jauh angkasa. Beginilah Aisyah menyanjung sang Nabi yang telah pergi:


Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,


Yang tidak pernah sejeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam


Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,


Ku tau perut mu tak pernah kenyang dengan pulut lembut roti gandum


Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan


Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka Sa’ir


—-…..—–…..—–


Dan Umar r.a yang paling dekat dengan musuh di setiap medan jihad itu, kini menghunus pedang. Pedang itu menurutnya diperuntukkan untuk setiap mulut yang berani menyebut kekasih kesayangannya telah kembali kepada Allah. Umar tatap wajah-wajah para sahabat itu setajam mata pedangnya, meyakinkan mereka bahwa Umar sungguh-sungguh. Umar terguncang. Umar bersumpah. Umar berteriak lantang. Umar menjadi sedemikian garang. Ia berdiri di hadapan para sahabat yang terlunta-lunta menunggu kabar manusia yang dicinta.


—–…..—–…..—–


Dan Abu Bakar, sahabat yang paling lembut hatinya, melangkah pelan menuju jasad manusia mulia. Langkahnya berjinjit, khawatir kan mengganggu seseorang yang tidur berkekalan, pandangannya lurus pada sesosok cinta yang dikasihinya sejak pertama berjumpa. Raga berparas rembulan itu kini bertutup kain selubung. Abu bakar hampir pingsan. Nafasnya berhenti berhembus, tertahan. Sekuat tenaga, ia bersimpuh di depan jasad wangi al-Musthafa. Ingin sekali membuka penutup wajah yang disayangi arakan awan, disanjung hembusan angin dan dielu-elukan kerlip gemintang, namun tangannya selalu saja gemetar. Lama Abu bakar termenung di depan jenazah pembawa berkah. Akhirnya, demi keyakinannya kepada Allah, demi matahari yang masih akan terbit, demi mendengar rintihan pedih ummat di luar, Abu bakar mengais sisa-sisa keberanian. Jemarinya perlahan mendekati penutup tubuh suci Rasulullah, dan dijumpailah, wajah yang tak pernah menjemukan itu. Abu bakar memesrai Nabi dengan mengecup kening indahnya. Hampir tak terdengar ia berucap, “Demi ayah dan bunda, indah nian hidupmu, dan indah pula kematianmu. Kekasih, engkau memang telah pergi”. Abu bakar menunduk. Abu Bakar mematung. Abu Bakar berdoa di depan tubuh nabi yang telah sunyi.


—–…..—–…..—–


Dan Bilal bin Rabah, yang suaranya selalu memenuhi udara Madinah dengan lantunan adzan itu, tak lagi mampu berseru di ketinggian menara mesjid. Suaranya selalu hilang pada saat akan menyebut nama kekasih ‘Muhammad’. Di dekat angkasa, seruannya berubah pekik tangisan. Tak jauh dari langit, suaranya menjelma isak pedih yang tak henti. Setiap berdiri kukuh untuk mengumandangkan adzan, bayangan Purnama Madinah selalu saja jelas tergambar. Tiap ingin menyeru manusia untuk menjumpai Allah, lidahnya hanya mampu berucap lembut, “Aku mencintaimu duhai Muhammad, aku merindukanmu kekasih”. Bilal, budak hitam yang kerap di sanjung Nabi karena suara merdunya, kini hanya mampu mengenang Sang kekasih sambil menatap bola raksasa pergi di kaki langit.


—–…..—–…..—–


Dan, terlalu banyak cinta yang menderas di setiap jengkal lembah madinah. Yang tak pernah bisa diungkapkan. Semesta menangis.


********


Sahabat, Sang penerang telah pergi menemui yang Maha Tinggi. Purnama Madinah telah kembali, menjumpai kekasih yang merindui. Dan semesta, kehilangan pelita terindahnya. Saya mengenangmu ya Rasulullah, meski hanya dengan setitik tinta pena. Saya mengingatimu duhai pembawa cahaya dunia, meski hanya dengan selaksa kata. Dan saya meminjam untaian indah peredam gemuruh dada, yang dilafadzkan Hasan Bin Tsabit, salah seorang sahabat penyair dari masa mu:


Engkau adalah ke dua biji mata ini


Dengan kepergianmu yang anggun,


Aku seketika menjelma menjadi seorang buta


Yang tak perkasa lagi melihat cahaya


Siapapun yang ingin mati mengikutimu


Biarlah ia pergi menemui ajalnya,


Dan Aku,


Hanya risau dan haru dengan kepergian terindah mu


—–…..—–…..—–


Sahabat, kenanglah Nabi Muhammad Saw, meski dalam kelengangan yang sempurna, agar hal ini menjadi obat ajaib, penawar dan penyembuh kegersangan hati yang kerap berkunjung. Agar, di akhirat kelak, dengan agung Nabi memanggil semua manusia yang senantiasa merindukan dan mencintainya. Adakah yang paling mempesona dihadapanmu, ketika suara suci Nabi menyapamu anggun, menjumpaimu dengan paras yang tak pernah kau mampu bayangkan sebelumnya. Adakah yang paling membahagiakan di kedalaman hatimu, ketika sesosok yang paling kau cinta sepenuh jiwa dan raga, berada nyata di dekatmu dan menemuimu dengan senyuman yang paling manis menembusi relung kalbu. Dan adakah di dunia ini yang paling menerbangkan perasaanmu ke angkasa, ketika jemari terkasih menggapaimu untuk memberikan naungan perlindungan dari siksa pedih azab neraka. Adakah sahabat???


—–…..—–…..—–


Jika saat ini ada yang bening di kedua sudut kelopak matamu, berbahagialah, karena mudah-mudahan ini sebuah pertanda. Pertanda cinta tak bermuara. Dan, ketika kau tak dapati air mata saat ini, kau sungguh mampu menyimpan cinta itu di dasar hatimu.

Popular posts from this blog

Forum Kecantikan: Membuat Ramuan Tradisional

Tampil cantik adalah dambaan setiap wanita dan salon adalah solusi praktis bagi mereka yang punya uang lebih. Namun, bagaimana jika Anda hanya memiliki uang pas-pas. Jangankan untuk pergi salon, untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan pokok saja, masih ngutang. Nah, dalam forum kecantikan ini, saya akan mengupas cara tampil cantik namun tidak menguras keuangan Anda. Semua bisa kembali ke alam, back to nature. Alam sudah menyediakan segalanya untuk kita manfaatkan. Asal kita mau melirik apa yang ada di sekitar kita maka alam akan memberikan solusi yang terbaik. Inilah forum kecantikan yang Anda cari. Cara tampil cantik dengan cara yang unik dan antik. Cara membuat wajah berseri Setiap wanita senantiasa mendambakan wajahnya cantik dan berseri. Inilah salah resep tradisional nenek moyang yang bisa membuat wajah Anda cantik dan berseri. Ambil sebanyak mungkin bunga srigading yang sudah mekar. Kumpulkan lalu dijemur di terik matahari hingga kering. Setelah kering, simpan di topl...

Recipe: Yummy Masak Habang Sayap Ayam

Masak Habang Sayap Ayam . Resep simple Ayam Masak Habang Khas Banjar Kalimantan Selatan Masakan Banjar Kalsel Cita rasanya manis, gurih, dengan aroma segar kayu manis. Resep ayam masak habang, resep khas Banjar wajib coba. Taburi dengan bawang merah goreng dan sajikan dengan nasi. Masak ayam habang hingga matang dan air sedikit menyusut. Nah, itulah cara membuat ayam masak habang dengan mudah dan praktis. You can have Masak Habang Sayap Ayam using 12 ingredients and 4 steps. Here is how you cook that. Ingredients of Masak Habang Sayap Ayam It's 500 gram of sayap ayam. It's 50 gram of cabe merah kering. It's 7 siung of bawang merah. Prepare 5 siung of bawang putih. It's 4 butir of kemiri. You need 1 ruas ibu jari of jahe. You need 3 cm of kayu manis,boleh diganti bubuk sesuai selera. It's 1 sdm of garam. It's 1/4 sdm of penyedap. It's 150 gram of gula merah. Pr...

Nama Panggilan Buat Pacar

Bila kamu ingin memakai nama panggilan buat pacar , pakailah nama panggilan untuk keduanya. Jangan sampai nama panggilan tersebut hanya ditujukan kepada cowok atau cewenya. Misalnya, si cowok memanggil ceweknya "Manis", tetapi si cewek menyebut nama. Kedengarannya pasti tidak enak karena terasa timpang. Ada beberapa panggilan yang bisa dipakai. Misalnya, secara umum, bisa menggunakan Sayang, Cinta, Honey, Beib, atau apapun. Bergantung selera dan kesepakatan tiap-tiap pasangan. Apapun sebutan kita terhadap pacar, arti dan tujuannya selalu sama. Yaitu, untuk menunjukkan perasaan sayang. Jangan sampai kita memiliki kebiasaan menyebut nama masing-masing seperti kepada teman. Apa bedanya kalau panggilannya masih sama? Bisa-bisa, pasangan kita ngambek kalau hanya dipanggil nama. Kesannya ga romantis atau ga bisa sedikit manja. Bila masih bingung, ada beberapa referensi yang bisa kamu jadikan nama panggilan buat pacar. Fisiknya Kita bisa mengambil nama yang b...